Pelatihan Pengembangan Organisasi untuk Disabled People's Organization (DPO)
Wisma Sejahtera Surakarta, 21-25 Februari 2011
Dewasa ini peranan organisasi masyarakat lokal menjadi sangat penting utamanya dalam mendorong partisipasi kolektif masyarakat dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Demikian juga organisasi masyarakat yang bersifat sektoral juga menjadi penting utamanya untuk memperjuangkan kebutuhan/kepentingan/persoalan secara lebih intensif dan terfokus, baik pada area grass root maupun area elit para pemangku kebijakan. Realitas ini tentu inline dengan salah satu strategi pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat yang umum dipakai oleh banyak kalangan yakni pendekatan Mezzo. Pendekatan Mezzo merupakan pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok klien (penerima manfaat) sebagai media intenvensinya.
Proses pelibatan masyarakat secara kolektif ini tentu akan mempermudah proses pencapaian tujuan besar sebuah program pemberdayaan, siapapun pelaksana maupun penerima manfaatnya. Namun, keberhasilan pencapaian tujuan sangat tergantung pada kapasitas yang dimiliki oleh organisasi-organisasi masyarakat tersebut dalam mengelola isu masalah, melakukan intervensi pemecahan masalah, dan bagaimana mengorganisir semua sumber daya yang dimiliki dan sumber daya yang bisa diraih oleh organisasi-organisasi tersebut.
Pada umumnya semangat tinggi yang yang dimiliki organisasi masyarakat local dalam memfasilitasi masyarakat yang menjadi lahan pelayananannya belum ditopang oleh profesionalisme dari organisasi itu sendiri. Hal ini menyebabkan kurang efektif dan efisiennya pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi-organisasi masyarakat tersebut. Organisasi-organisasi tersebut mempunyai kemauan yang besar namun tidak mempunyai kemampuan yang memadai untuk merealisasikan visi misinya dengan baik (tidak profesional). Indikator sederhananya adalah ketidakmampuan para officialnya untuk mengelola kegiatan/proyek organisasi dengan baik.
Keadaan berbagai organisasi tersebut hampir sama dengan keadaan organisasi-organisasi masyarakat lokal yang menjadi mitra Handicap International Indonesia. Organisasi-organisasi masyarakat lokal yang sering disebut sebagai “Disabled People’s Organization (DPO)” itu, belum sepenuhnya mempunyai kapasitas yang memadai untuk mengadvokasi hak-hak ekonomi, sosial, dan politiknya baik pada aras local maupun nasional. Kurang memadainya kapasitas advokasi ini pada umumnya disebabkan oleh kurang memadainya DPO dalam hal manajemen organisasi/program, sedangkan secara spesifik disebabkan oleh kurangnya kemampuan dalam hal manajemen proyek, pengelolaan keuangan, fund raising, serta penyusunan proposal proyek organisasi.
Agar Disabled People’s Organization (DPO) bisa berkembang dengan baik maka DPO membutuhkan training yang bisa menyediakan berbagai kebutuhan peningkatan kapasitas secara komprehensif. Sehingga, DPO bisa berkembang menjadi lembaga profesional di bidangnya dan mempunyai kegiatan-kegiatan yang bersifat suistainable. Terkait dengan hal tersebut, Divisi Konsultasi dan Pelatihan (Konpel) Yayasan Insan Sembada (YIS) menyelenggarakan pelatihan pengembangan organisasi bagi DPO mitra Handicap International Indonesia di Wisma Sejahtera Surakarta. Pelatihan ini diikuti oleh 21 perwakilan DPO dari beberapa wilayah di Indonesia, di antaranya: Perkumpulan SCI Klaten, Lengkong Kecil (BILIC) Bandung, Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia (HWPCI) Mataram, Yayasan Senang Hati (YSH) Bali, Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) Mataram, FKDAC Mataram, Persatuan Tuna Netra Indonesia (PTNI) Mataram, LPT Jawa Timur, dan Interaksi Solo. Pelatihan yang terselenggara atas kerjasama antara Divisi Konpel YIS dengan Handicap International (Co-winner of Nobel Peace Prize) dan Irish Aid (Department of Foreign Affairs An Roinn Gnothai Eachtracha) yang merupakan pengalaman pertama bagi Divisi Konpel YIS dalam menyelenggarakan pelatihan bagi kaum difabel.
Penyajian pelatihan ini dikelola dengan model pendidikan orang dewasa (andragogi), penguatan arus psikomotor, model pelatihan yang ramah difabel, layanan konsultasi pasca pelatihan, serta meminimalisir media visual dengan lebih memberikan detail-detail pelatihan kepada peserta agar mudah dalam memahami materi yang disajikan. Untuk mendukung model andragogi dipersiapkan beberapa model pelatihan antara lain: ceramah bervariasi, diskusi kelompok, sharing/curhat pendapat, penugasan, praktek, permainan, demontrasi dan studi kasus. Selain diskusi di dalam ruangan, para peserta juga diajak untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat melalui kunjungan lapangan ke kelompok-kelompok masyarakat dampingan YIS di Kabupaten Sragen. Adapun materi-materi yang disampaikan, antara lain: Manajemen Proyek, Manajemen Keuangan, Fund Raising, dan Penyusunan Proposal Proyek. Melalui pelatihan ini, peserta diharapkan dapat lebih memahami dan menerapkan manajemen proyek yang baik, dapat mengelola keuangan proyek secara transparan dan akuntabel, dapat melakukan fund raising sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki, serta dan dapat menyusun proposal proyek yang rasional. (As3)