ADA APA DI WATU JONGGOL ?
Tak ada keistimewaan dari benda setinggi kurang lebih 30 meter dari permukaan tanah ini. Angker tidak, dikeramatkan pun juga tidak, cuma bentuknya menyerupai kipas itulah nilai seni batu yang membuat Supriadi kepala desa Pandansari terinspsirasi membangun image benda ini agar berdaya pikat. Di branding menjadi benda yang bisa membuat orang penasaran untuk mengunjunginya.
Dengan keyakinan penuh Supriadi menawarkan gagasan berani dan gila pada masyarakat. Bertekat bulat membangun desa lewat potensi Batu Jonggol. “ Kulo niki nopo to Pak, namung bondo nekad, dos pundi carane rakyat saget pados panguripan ingkang layak” Jelas Supriadi. Bapak lihat sendiri apa sih sumber kehidupan rakyat. Timpal Pak Embong kepala dusun, cuma tani ketela sedikit sayur dan padi. Itupun semua ladang dan sawah letaknya di lereng Gunung Lawu dengan tebing - tebing curam. Air melimpah tapi hanya sebagian lahan yang terairi, sebab tak mungkin ladang yang terpencar dipisah jurang bisa dijangkau. Karena itu kalau hanya mengandalkan pertanian , nasib masyarakat tetap jadi desa terbelakang . Pandansari memang desa paling terpencil di Kecamatan Sine Kabupaten Ngawi Jawa Timur berbatasan persis dengan Karaganyar.
Sebagian besar orang muda lebih suka keluar desa untuk menghidupi keluarganya yang tinggal cuma anak - anak , perempuan dan orang tua. Nah ini yang tak boleh dibiarkan, sambungnya Supariadi. Bapak lihat sendiri jarang ada warung, atau toko sembako ditemukan sepanjang jalan, daya beli rendah, penduduknya terpencar. menambah kesan desa ini memag terpencil. Padahal Pandasari ini kaya, tidak sombong pak mandinya saja paka air aqua, sebab air disini bisa langsung diminum karena asli dari sumber yang dijaga higiniesnya. Kalau dikemas dalam botol sudah berapa uangnya tapikan tidak bisa begitu , ada aturannya, sambungnya.
Rupanya dari potensi dan problema itulah Supriadi besikukuh , siapa tahu batu misterius itu memberi berkah . Jonggol nama beken jadi ikon Pandansari. Tinggal bagaimaa daya pikat dibangun. Tempat parkir disiapkan cukup untuk menampung puluhan mobil. Lokasi selfie dibangun di tiga lokasi , semua dibibir jurang dengan pemandangan menawan . Tak ketinggalan, kolam pemancingan dengan dapur masaknya. Ada kandang dan sangkar burung untuk satwa langka sebagai penambah obyek . Yang paling banyak diminati pengunjung , 2 buah kolam renang dengan watter boomnya, yang seolah - olah memanggil manggil orang untuk berenang, jika dilihat dari atas batu Jonggol. Lingkungan ditata apik, jalan kearah lokasi dibeton . Dikanan kiri jalan tampak pagar rumah tertata apik tanpa mengubah posisi aslinya . Diatas batu Jonggol berupa dataran luas dilengkapi Mushola dan object ber-selfie sambil menikmati hijaunya hutan belantara dan indahnya lereng Gunung Lawu.
“ Kalau melihat batu saja orang ngapain Pak, Supaya betah kami siapkan semua kebutuhan itu dengan sentuhan wisata hasil pikiran sendiri “ Ujar salah satu petugas yang tak mau disebut namanya. Satu demi satu masyarakat mulai membangun warung lesehan, membuka Counter pulsa, Di areal kolam renang orang juga tak perlu naik kejalan karena sudah ada warung lesehan dan café - café menjual minuman ringan.
Kaum ibu di sini tak biasa nganggur, mereka mencari rumput, mencari kayu bakar. Dengan adanya wisata ini sudah banyak yang mulai coba - coba membuat kripik, ibu Supriati kalau dulu cuma ibu rumah, sekarang membuka warung di lokasi wisata dan menjajakan hasil karyanya keripik Singkong rasa Pandansari. Beberapa perempuan lain membuat tas belanja, mengubah telo madu jadi camilan yang dijual di lesehan wisata.
Secara ekonomi dalam tiga tahun ini biarpun masih kecil ada pendapatan yang masuk desa, dari karcis masuk, belanja pengunjung tak sedikit membuat kaum ibu girang karena dagangannya diminati orang kota. Memang masih banyak kurangnya, arealnya perlu diperluas, dan tinggal membuka hutan disekitarnya saja . Dana pak yang tidak punya itu semua biaya kami sendiri, kami adalah golongan boned ? bondo nekad ketus pak Sardi. Sekarang tinggal bagaimana mendorong masyarakat memanfaatkan sumber daya local dan sumber daya manusia. Latihan latihan dibutuhkan, pertemun pertemuan diperlukan agar kebiasaan menjadi pemimpin terbangun. Kalau dulu ibu - ibu mencari kayu bakar, cari rumput , dimasa datang diharapkan mengubah perannya menjadi juragan kecil produk industri rumah tangga, ngurus warung atau menjadi suplier barang kebutuhan sehari - hari. Small Bussines Women , nama kerennya, dengan melakukan inovasi usaha ekonomi, kelompok ibu - ibu tampaknya sudah mulai perlu mendirikan Lembaga Keuangan mandiri , untuk mendukung usaha mereka. Kaum muda diluar sana kami harapkan mau kembali dengan membawa pengetahuan baru, untuk mengubah desa. Dengan demikian sumber daya yang hilang selama ini bisa membangun desa bersama - sama.
Hanya kekurangnya, memang tak ada penginapan disitu, dan belum ada rumah makan yang pantas untuk melayani pengunjung kota. Kami harap suatu ketika nanti masyarakat akan menjadikan rumahnya sebagai home stay - home stay, atau villa sederhana yang bisa disewa oleh pengunjung. Tolong dibantu pak ya latihan latihan apa yang kami perlukan. Pungkas Supriadi mengakhiri celotehnya.
Abdulceha