YIS, APEX, dan Pusteklim Sosialisasi IPAL Komunal
Kota Solo yang merupakan kota dengan kepadatan tertinggi di Jawa Tengah, yaitu 11.300 jiwa/km2 juga mengalami permasalahan tentang kondisi sanitasi. 6.435 jiwa di 6 kelurahan Solo berada di wilayah yang rawan sanitasi. Daerah yang rawan sanitasi mempunyai faktor risiko tinggi dalam penyebaran penyakit menular berbasis lingkungan seperti diare, kolera, disentri, DBD, Leptospirosis, dll. Daerah rawan sanitasi seringkali mempunyai kondisi dan perilaku sanitasi yang buruk. Rendahnya kepemilikan jamban, penggunaan septiktank yang tak layak pakai, tercemarnya air tanah oleh bakteri E. Coli serta selokan yang mampet.
Untuk itu, Asian People Exchange Tokyo (APEX) dan Pusat Teknologi Tepat Guna Limbah Cair (Pusteklim) didukung oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) mengupayakan sebuah proyek yang bertujuan untuk peningkatan kondisi sanitasi masyrakat dengan pembangunan IPAL Komunal yang berbasis masyarakat. Program pembangunan IPAL Komunal ini dilaksanakan serentak di 4 kota yaitu Kota Surakarta, Kota Pekalongan, Kota Tegal dan Kabupaten Tabanan. Untuk pelaksanaan kegiatan di Kota Surakarta, maka APEX-Pusteklim bekerjasama dengan Yayasan Insan Sembada(YIS) dalam hal mobilisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Semanggi merupakan salah satu wilayah yang berada dalam daerah rawan sanitasi. Merupakan daerah merah berdasar peta sanitasi kota Surakarta. Perilaku sanitasi yang buruk seperti kebiasaan buang air besar sembarangan, minimnya akses air bersih, selokan yang mampet serta kepadatan penduduk yang tinggi menjadi salah faktor buruknya sanitasi di Semanggi.
Salah satunya terlihat di Kawasan Losari RT 04/RT 03, Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon. Wilayah dengan jumlah 157 KK ini merupakan daerah padat dengan kondisi ekonomi yang rendah. Sebagian besar dari warga masih menggunakan MCK Umum sebagai fasilitas sanitasi, kulaitas air yang kurang bagus juga mendorong kondisi sanitasi yang buruk di wilayah ini. Bahkan masih ada warga yang melakukan perilaku buang air besar sembarangan di rel kereta api ataupun di sungai. Kondisi saluran air atau got yang mampet, bau, berwarna hitam dan sering meluap saat hujan juga dikeluhkan oleh warga. Genangan-genangan air limbah juga dapat meningkatkan risiko perkembangan vektor penyakit seperti tikus, kecoa dan nyamuk yang dapat membahayakan kesehatan warga.
Dari hasil wawancara dengan warga, menyatakan bahwa ada keinginan dari warga untuk membuat WC pribadi di rumah masing-masing, tapi karena kondisi yang padat penduduk, maka terkendala oleh lahan pembuangannya, sedangkan wilayah ini tidak bisa dilayani IPAL terpusat Semanggi yang dikelola PDAM karena daerahnya lebih rendah dari lokasi IPAL.
Program IPAL Komunal Berbasis Masyarakat yang juga didukung oleh Pemerintah Kota Surakarta ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi sanitasi yang ada, serta mendorong warga agar memiliki perilaku hidup bersih dan sehat dengan tidak buang air besar sembarangan dan mengolah limbah domestik (mandi, cuci, kakus, dapur) agar tidak mencemari air tanah dan sungai. Program ini mendorong warga untuk bisa memiliki WC pribadi di rumah masing-masing tanpa harus terhambat oleh lahan untuk septiktank. Partisipasi dari masyarakat sangat diharapkan dari proram ini untuk mencapai keberlanjutan program.
Pada tahap awal, tim dari APEX, Pusteklim dan YIS melakukan survey awal terkait kondisi sanitasi di beberapa wilayah di Kota Solo seperti Gandekan, Purwodiningratan, Jagalan, Kadipiro, Gilingan, Sewu dan Semanggi. Dari hasil survey menunjukkan bahwa wilayah Semanggi RT 04/RW 03 sangat membutuhkan adanya perbaikan sanitasi, sehingga wilayah ini menjadi prioritas sebagai calon lokasi program IPAL Komunal Berbasis Masyarakat ini. Hal ini juga didukung kondisi secara geografis sehingga secara teknis program ini mudah untuk dilaksanakan di wilayah ini.
Sosialisasi dibuka oleh sambutan dari Sriyono, Ketua RT 04/RW 03 dan Drs. Agus Santosa, MM selaku Lurah Semanggi, kemudian dilanjutkan dengan perkenalan tim oleh Drs. Mulyono, M.Sc, Manajer Umum Yayasan Insan Sembada. Paparan secara teknis mengenai seluk beluk teknologi IPAL ini disampaikan oleh Dr. Nao Tanaka, Direktur APEX, sedangkan isu sosial disampaikan oleh Yuni Supriyati dari PUSTEKLIM, mulai dari masalah sanitasi yang ada di wilayah, komponen biaya dan proses pelaksanaan program.
Teknologi IPAL Komunal yang ditawarkan dalam program ini adalah teknologi kombinasi anaerob dan aerob. IPAL Komunal berkapasitas 70 – 100 KK ini bisa menggunakan teknik Rotating Biologicial Contactor (RBC) atau Contact Aeration sesuai dengan persetujuan dengan warga. Keuntungan dari teknologi kombinasi ini adalah dapat diaplikasikan dalam kondisi lahan yang terbatas bahkan bisa dibangun di bawah jalan, operasional yang mudah dan murah, serta effluent (hasil pengolahan air limbah) yang dibuang sudah memenuhi standart baku mutu yang dukeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Sosialisai disambut secara positif oleh sebagian besar warga. Dengan adanya sosialisasi ini, diharakan warga dapat membuka wawasan baru tentang adanya IPAL Komunal. Dengan begitu, maka warga bisa menyadari apakah warga merasa membutuhkan program ini atau tidak. “Harapannya, sosialisasi ini dapat membuka wawasan dari warga mengenai IPAL komunal, teknologinya, manfaatnya, operasionalnya, dsb sehingga nantinya warga bisa memahami apakah program yang ditawarkan ini sesuai dengan kebutuhan warga saat ini,“ kata Agus Santosa. (AFR)